
Rating: | ★★★★ |
Category: | Movies |
Genre: | Drama |
Produksi : MD Pictures
Produser : Dhamoo Punjabi & Manoj Punjabi
Sutradara : Hanung Bramantyo
Penulis : Salman Aristo, Ginatri Noer
Karya asli : Ayat Ayat Cinta oleh Habiburrahman El Shirazy
Cast :
Fedi Nuril (Fahri bin Abdillah), Rianti Cartwright (Aisha), Carissa Putri (Maria Girgis), Zaskia Adya Mecca (Noura bin Bahadur), Melanie Putria (Nurul binti Ja'far Abdur Razaq)
Sinopsis :
Kisah mengenai Fachri, pemuda Indonesia yang mengambil kuliah S2 di Al Azhar – Mesir. Tinggal di flat kecil bersama 3 pemuda Indonesia lainnya. Menjalani hidup dengan sederhana sambil mencoba menggapai gelar masternya disamping bekerja sebagai penerjemah buku-buku agama. Satu-satunya hal yang membingungkannya adalah masalah jodoh dan pernikahan, karena Fachri pria yang “lurus” yang ingin menjalankan Islam dengan taat, dan memilih tidak pacaran sebelum menikah.
Ada Maria, penghuni flat lantai atas, penganut Kristen Koptik yang mengagumi Al Qur’an dan juga mengagumi Fachri. Saking kagumnya dengan Al Qur’an, Maria mampu melantunkan surat Mariam, padahal di lengannya ada tato salib, di meja dalam kamarnya ada Salib dan Rosario dengan lilin yang selalu menyala. Kekagumannya pada Fachri berbuah cinta yang hanya dituangkannya pada Diary.
Lalu Nurul, anak seorang Kyai yang diam-diam mencintai Fachri…dan Noura, tetangga Fachri yang selalu mendapat perlakuan buruk dari ayahnya, juga mencintai Fachri.
Terakhir, Aisha, gadis Jerman penganut Islam, dengan mata indah yang menyihir Fachri pada suatu perkenalan tak disengaja di sebuah bis, saat Fachri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku, dan Aisha pun jatuh cinta.
Lalu, siapa yang akan dipilih Fachri menjadi istrinya ??
Awalnya gw tertarik dengan film ini karena melihat siggy Yuka di FI. Kemudian ketika mendengar ost yang dinyanyikan oleh Rossa di salah satu radio swasta, gw makin tertarik. Lirik lagu tersebut benar-benar bagus. Membaca beberapa review tentang film ini membuat gw tambah penasaran. Ada keinginan untuk membaca novelnya juga sebagai bahan perbandingan. Tapi cuma keinginan saja, belum tentu bisa gw laksanakan jika kondisi gw masih seperti sekarang yang dikejar dengan banyak target dan waktu yang rasanya ga cukup cuma 24 jam sehari ToT.
Nah, kembali mengenai film ini yang 60 menit pertamanya hanya sebagai pembuka, perkenalan akan karakter tokoh dan kehidupan sang tokoh hingga menjaring kita ke inti cerita di 60 menit terakhir. Karena belum tahu bagaimana novelnya, gw hanya bisa berkomentar tentang film ini saja tanpa menghubungkannya dengan sumber kisahnya.
SPOILER ALERT !!!Film ini mengenai lika-liku menjalani kehidupan, mencari dan menemukan jodoh, hingga poligami. Pilihan yang bisa saja mendatangkan penyesalan di belakang hari. Akhirnya, tetap tergantung pada yang menjalani, bagaimana harus bersikap dan menyikapi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Dan bagaimana berusahanya manusia, tetap Allah yang Maha Besar, jadi segala sesuatunya harus dipasrahkan, ikhlas dan tawakal menjadi kekuatan manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia.
Menurut gw, Fachri yang akhirnya memilih dan memutuskan menikah dengan Aisha, tapi kemudian oleh Aisha diminta menikahi Maria, sepantasnya merasa bingung bagaimana harus menjalani kehidupan rumah tangga dengan 2 orang istri, dalam 1 rumah pula, sedangkan Aisha juga baru sebulan dinikahinya. Walaupun cinta Fachri hanya untuk Aisha, tapi kekaguman Fachri pada Maria membantunya menerima dan mencintai Maria. Fachri menyadari kecemburuan Aisha melihatnya bersama Maria. Fachri juga mengetahui keinginan Maria untuk memiliki Fachri seutuhnya. Untungnya, keikhlasan dan kebesaran hati mereka bertiga, sekaligus juga keinginan untuk tetap berdamai dan belajar untuk lebih adil mampu menyatukan mereka kembali.
Ada satu adegan dimana Fachri dilihat termenung di tengah gurun pasir. Menurut gw adegan itu dimaksudkan untuk memperlihatkan kebingungan Fachri. Juga bermaksud memperlihatkan sebesar apapun kesulitan manusia, kuasa Allah jauh lebih besar. Dan menurut gw juga, untuk lebih mengena pada maksud yang gw sebut di atas, adegan itu seharusnya diambil sedikit lebih lama lagi, dan pengambilan gambarnya harusnya makin lama makin menjauh, hingga Fachri kelihatannya bukan llagi sosok manusia, tapi sebongkah batu di tengah gurun pasir.
Hal yang cukup menggangu yang gw rasakan saat menonton film ini adalah background musiknya yang kadang kurang tepat. Dentingan piano yang menyeruak telinga saling berlomba dengan gesekan bass *gw kurang tau sebenarnya alat musik apa yang dipakai =p* sehingga mengalahkan sura lirih dari pemerannya. Sebenarnya hal ini sering gw rasakan saat menonton film Indonesia, bahkan di sinetron pun seperti itu. Mungkin karena film Indonesia, sehingga untuk mengikuti jalan ceritanya, kita hanya mengandalkan telinga untuk mendengar percakapan dan mata untuk melihat adegan. Tidak seperti pada saat menonton film asing dimana kita dibantu dengan teks.
Oia, gw punya tokoh favorite di film ini. Dia adalah Saiful, teman satu flat Fachri dan juga sahabat tempat Fachri berbagi cerita. Di dua adegan dimana Fachri mengalami kebingungan, saat ditawari oleh Udztad Usman untuk melakukan taaruf dengan keponakan dari mantan muridnya, dan juga saat Fachri ingin menyatukan kedua istrinya. Saiful muncul bukan sebagai penyelamat, tetapi sebagai pengingat, dimana Saiful selalu mengingatkan Fachri untuk kembali melihat imannya sendiri, kembali menyerahkan semuanya kepada Allah.
Beberapa adegan yang bikin gw merasakan leher tercekat oleh rasa haru :
* Fachri menerima surat pembeitahuan kalau dia dikeluarkan dari Al Azhar, dan Fachri yang putus asa menyalahkan Allah yang sudah memberinya cobaan. Oleh orang yang satu sel dengannya di penjara, Fachri diingatkan pada kisah Yusuf yang difitnah Soleha.
Sabar dan ikhlas, itu Islam Fachri. Di sisi lain diperlihatkan Aishaa yang sedang menjalankan sholat.
* Aishaa membaca diary Maria dan mengetahui betapa besar cinta Maria pada Fachri.
Kenapa aku tidak bisa meraih Mesirku, apakah karena aku dan dia berbeda? Apakah keyakinan dari Tuhan menghalangi kesucian cinta? Fachri telah menemukan sungai Nilnya dan itu bukan aku. Aku sungguh mencintaimu. * Fahcri menolak permintaan Aishaa untuk menikahi Maria dan Aishaa memyakinkan Fachri.
Ada muslimah dalam diri Maria, dan dia membutuhkanmu Fachri, bayi dikandunganku juga membutuhkan ayahnya. Aishaa melepaskan cincin di jarinya dan menyerahkannya pada Fachri. Akad nikah Fachri dan Maria dilaksanakan di rumah sakit dan sebelumnya Aishaa sendiri yang mendandani Maria yang masih terbaring koma.
* Namun sebagai wanita, Aishaa tetap merasakan sakit dan sedih karena harus membagi suaminya dengan wanita lain (adegan bersandar di dinding di luar kamar tempat Maria dirawat setelah akad nikah Fachri dan Maria, sungguh mencerminkan kesedihan Aishaa).
* Pengadilan membebaskan Fachri dari tuduhan pemerkosaan terhadap Noura, dan Fachri langsung bersujud menyembah Allah, Aishaa mendekati Fachri dan berlutut didepannya…ada adegan berpandangan yang cuma beberapa detik tapi menyentuh.
* Bebas dari penjara Fachri dibingungkan dengan kondisi memiliki 2 istri, bagaimana dia harus bersikap adil pada kedua istrinya, bagaimana dia bisa menyatukan kedua istrinya.
Kamu tidak akan pernah bisa menyatukan mereka, yang bisa kamu lakukan adalah berusaha untuk adil. Tapi ingat, satu istri saja belum tentu merasa adil, apalagi dua. Semuanya kembali lagi ke imanmu, serahkan semuanya kepada Allah. Kata-kata Saiful dan ceramah di mesjid menyadarkan Fachri apa yang seharusnya dilakukannya. Fachri menjemput Aishaa di rumah pamannya dan meminta Aishaa untuk kembali ke rumah karena untuk belajar adil terhadap kedua istrinya Fachri membutuhkan Aishaa…AIshaa pun ikut pulang ke rumah mereka dan disambut oleh senyum dan pelukan Maria.
* Maria mengetahui ajalnya sudah dekat kemudian meminta Aishaa memanggil Fachri. Maria yang sudah semakin lemah meminta maaf pada Aishaa.
Aku minta maaf atas kebodohanku. Sekarang aku baru mengerti antara cinta dan keinginan untuk memiliki tidak sama. Maafin aku Fachri, Aishaa maafin aku…Fachri ajarin aku sholat, aku ingin sholat dengan kalian. Kemudian di tengah sholat pertama Maria yang dilakukannya sambil berbaring di ranjang rumah sakit, Maria menghembuskan nafas terakhirnya.
Akhir film ditutup dengan pengambilan gambar di gurun pasir dengan background percakapan Fachri dan Maria, mengenai Mesir, sungai Nil dan jodoh, diiringi musik yang makin menambah indah ending film ini.